Senin, 04 Agustus 2008

BAB III PEMBAHASAN KASUS

BAB III
PEMBAHASAN


Pada bab ini penulis membahas tentang “”Asuhan keperawatan pada Tn. K dengan gangguan sistem perkemihan : post operasi nefrektomi dextra hari ke 3 diruang Handayani A 2 RSU Purbowangi yang telah penulis laksanakan dengan metode pemecahan masalah secara alamiah dan pendekatan proses keperawatan. Hal-hal yang dibahas meliputi pengertian dari diagnosa, mengapa diagnosa ditegakkan, bagaimana memprioritaskan masalah, rasionalisasi, kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan rencana tindakan serta bagaimana hasil evaluasi dari masalah keperawatan.

1. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.
Defisit pengetahuan adalah tidak ada/kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berhubungan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000:223)
Masalah kurang pengetahuan didukung oleh adanya laporan secara verbal/nonverbal, menunjukan dan mengungkapkan masalahnya secara verbal, tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, serta tidak mengerjakan instruksi (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Masalah kurang pengetahuan didukung juga dengan adanya batasan karakteristik yaitu menyatakan kurang pengetahuan atau meminta informasi, menyampaikan secara tidak tepat perilaku sehat yamg diinginkan dan kurang integrasi rencana tindakan kedalam kegiatan sehari-hari (Carpenito, 2000:223).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 17.15 WIB. Data subyektif pasien mengatakan perut kembung, belum BAB selama 3 hari. Data obyektif pasien hanya tiduran, terdapat luka post operasi hari ke-3, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberikan perawat untuk ambulasi dini, pasien baru bisa miring kanan dan kiri dengan bantuan.
Penulis mengangkat diagnosa kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi sebagai prioritas pertama karena yang dirasakan oleh pasien jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktivitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi apabila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien karena seharusnya pasien post operasi hari ke-3 sudah dapat berdiri disamping tempat tidur sedangkan pasien masih miring kana danmiring kiri dengan bantunaedari anggota keluarga. Aktivitas yang dilakukan setelah operasi yaitu pada hari ke-1 pasien latihan nafas dalam, hari ke-2 pasien latihan ambulasi dini bisa dengan miring kanan dan miring kiri, untuk hari selanjutnya pasien belajar duduk ditempat tidur, kemudian latihan berdiri disekitar tempat tidur dan hari selanjutnya latihan berjalan. Selain itu yang harus diperhatikan setelah operasi yaitu nutrisi yang dikonsumsi untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Dari hasil data tersebut penulis merencanakan intervensi sebagai berikut: kaji tingkat pengetahuan pasien, identifikasi kemungkinan penyebab dan jelaskan kondisi tentang klien, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi, diskusikan tentang terapi dan pilihannya, latih rentang mobilisasi, motivasi pasien untuk melakukan instruksi dari tim medis, tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang pengetahuan meliputi:
a. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dilakukan untuk mengetahui pembuatan rencana individu mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan serta untuk mempermudah dalam memberikan penjelasan (Doenges, 2000:95)
Kekuatan tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien yang kurang terbuka dalam mengungkapkan pemahaman tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi.

b. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi tentang klien
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi pasien dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien terhadap kondisinya.
Kekuatan tindakan ini adalah pasien menjadi tahu tentang penyebab dan kondisinya saat ini sehingga pasien dapat lebih tenang dan tidak cemas dalam menghadapi penyakitnya serta dapat mempercepat proses penyembuhan pasien. Kelemahan tindakan ini adalah sulit diilakukan pada pasien yang mengalami cemas yang berlebihan.
c. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi/ kekambuhan dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada pasien untuk menghindari pekerjaan atau aktivitas yang dapat meningkatkan resiko terjadi kekambuahn dan komplikasi (Doenges, 2000: 95)
Keuntungan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat pengetahuan pasien tentang aktivitas atau pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan atau komplikasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien kurang terbuka dan pasif ketika diberi penjelasan.


d. Melatih mobilisasi pasien
Melatih mobilisasi dilakukan untuk mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot serta meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. (Doenges, 2000:965)
Keuntungan dari tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas setelah operasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien masih takut jahitannnya akan lepas apabila untuk melakukan latihan aktivitas sehingga dapat menghambat dalam latihan gerak.
e. Motivasi pasien untuk melakukan latihan gerak setelah operasi.
Memotivasi pasien untukm melakukan latihan gerak setelah operasi dilakukan karena mobilisasi setelah operasi sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk mempercepat prosese penyembuhan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan latihan mobilisasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi tanggal 22 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-3 alih baring masih dibantu karena, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, pasien mampu menyebutkan penyebab dan pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring pasien, latihan mobilisasi, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Hasil evaluasi tanggal 23 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-4 alih baring masih dibantu karena, pasien mulai melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari, Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring
Hasil evaluasi tanggal 23 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-5 alih belajar duduk dan masih dibantu oleh keluarganya, pasien melaksanakan melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry microorganisme
Resiko tinggi infeksi yaitu peningkatan resiko untuk terinfeksi oleh organisme patogen (NANDA, 2006:121).
Faktor resiko meliputi prosedur invansif, tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, rupture membrane amnioptik, agen parmasetikal (misal imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, pertahanan sekunder tidak adekuat, pertahanan primer tidak adekuat misal trauma jaringan, penurunan gerak sillia, cairan tubuh statis, dan penyakit kronis (NANDA, 2006:121).
Diagnosa ini dirumuskan karena pada pasien terdapat luka operasi nefrektoni hari ke-3, dijahit sebanyak 12 jahitan sepanjang 12 centimeter,terdapat drain di abdomen kanan bawah masih produktif cairan ± 30 cc warna merah kecokelatan, luka kering dan tidak terdapat pus. Data yang berdokumentasikan tetapi tidak mendukung diagnosa resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer: prosedur invasif adalah warna cairan drain merah kecokelatan. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price, 1995:1193) sehingga merupakan adanya jalan masuk untuk kuman atau bakteri.
Pada bab pembahasan ini, penulis mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi menjadi prioritas ke-2 karena jika dibandingkan dengan defisit perawatan diri, resiko tinggi infeksi lebih mempengaruhi perubahan status kesehatan pasien. Meskipun pada resiko tinggi infeksi hanya tanda dan gejala yang muncul sebagai faktor resiko tetapi jika intervensi keperawatan tidak diberikan maka resiko terseburt bisa menjadi aktual (Priharjo R, 1996:172).
Rencana keperawatan yang dibuat antara lain monitor tanda-tanda vital, Amati luka dari tanda2 infeksi, lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kolaborasi pemberian antibiotik.
Implementasi yang dilakukan penulis yaitu:
a. Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Pada diagnosa resiko tinggi infeksi difokuskan pada monitor suhu pasien. Didapatkan suhu pasien 37 0C berarti tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh dapat menandakan adanya proses infeksi yaitu demam lebih dari 38 0C segera setelah pembedahan dapat menandakan infeksi luka atau pembentukan tromboflebitis. Demam 38,3 0C disertai menggigil, kelelahan, takipnea, takhikardia dan hipotensi menandakan syok septik. Peningkatan 4 sampai 7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses (Doenges, 1999:502).
Kekuatan tindakan ini adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan tiga kali perhari dapat memantau keadaan pasien secara terus menerus. Jika terjadi perbaikan atau keadaan pasien memburuk dapat diketahui dengan cepat dan segera dilakukan tindakan yang tepat. Kelemahan tindakan ini adalah dapat mengganggu istirahat pasien.
b. Mengobseervasi tanda-tanda infeksi
Memonitor tanda-tanda infeksi dengan memonitor adanya kemerahan, edema, dan panas serta bau tidak enak dari luka. Jika diketahuai adanya tanda-tanda infeksi dapat dilakukan pengobatan lebih dini sehingga dapat mencegah infeksi lebih lanjut. Adanya edema, eritema dan bau tidak enak dapat menandakan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis lokal atau nekrosis jaringan yang dapat mempersulit penyembuhan (Doenges, 1999:774).
Kekuatan dari tindakan ini adalah dapat mendeteksi terjadinya gangguan penyembuhan luka. Kelemahan dari tindakan ini adalah hal ini tidak dapat dilakukan setiap saat karena seringnya membuka balutan dapat meningkatkan frekuensi sering terpapar dengan lingkungan.
c. Mengganti balutan luka dengan teknik steril
Mengganti balutan luka dengan teknik steril dilakukan karena dengan teknik steril dapat meminimalkan kesempatan introduksi bakteri sehingga dapat menurunkan resiko tinggi infeksi (Doenges, 1999:79)
Kekuatan tindakan ini adalah dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dan meminimalkan infeksi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien terasa nyeri saat ilakukan perawatan luka.
d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dapat menurunkan kontaminasi selang sehingga bakteri tidak menyebar terutama ke daerah luka pada akhirnya dapat menurunkan resiko infeksi (Doenges, 1999:874).
Kekuatan tindakan ini adalah mudah dilakukan tetapi manfaatnya besar salah satunya untuk mencegah kontaminasi silang. Kelemahan tindakan ini adalah cuci tangan yang hanya dilakukan oleh perawat tidak menjamin berkurangnya penyebaran kuman. Cuci tangan harus dilakukan oleh semua pihak yang berhubungan langsung dengan pasien.
Hasil evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukulk 13.00 WIB yaitu resiko tinggi infeksi teratasi. Masalah resiko tinggi infeksi tetap ada karena masih adanya luka bekas operasi, sebagai tempat masuknya kuman. Rencana selanjutnya yaitu mengoptimalkan intervensi antara lain monitor tanda-tanda vital, monitor tanda-tanda infeksi, ganti balutan dengan teknik steril, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3. Defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Defisit Perawatan Diri: mandi/hygine adalah kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi/kebersihan diri secara mandiri (NANDA, 2006:180)
Masalah defisit perawatan diri: mandi/hygine didukung dengan tidak mampu dalam membasuh bagian atau seluruh tubuh, menyediakan sumber ai mandi, mengambil perlengkapan mandi, masuk dan keluar kamar mandi, mengatur suhu dan aliran air mandi (NANDA, 2006:180)
Defisit perawatan diri pada post operasi nefrektomi terjadi karena adanya luka yang menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga pasien hanya tiduran dan ADL dibantu oleh keluarga. Hal ini mengakibatkan penurunan dalam aktifitas perawatan diri (boswick, 1997:123).
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB, pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas. Data obyektif rambut pasien tampak kotor dan berminyak, gigi kotor berpakaian dibantu oleh keluarga pasien,. Melihat hal itu penulis mengangkat diagnosa deficit perawatan diri: mandi/hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Masalah ini diprioritaskan ketiga karena pasien mengatakan lemes,sehingga masalah ini tidak harus segera ditangani, karena masalah ini hanya akan mempengaruhi kenyamanan pasien.
Rencana keperawatan yang dibuat penulis yaitu kaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri, kaji kebutuhan perawatan diri pasien, bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Tindakan yang dilakukan yaitu:
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam melakukan perawatan diri (Doenges, 1999:536)
Kekuatan tindakan ini adalah penulis lebih focus dalam memberikan tindakan keperawatan yaitu tindakan yang tidak bisa dilakukan mandiri supaya pasien tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain. Kelemahan dari tindakan ini adalah belum bisa mengetahui secara tepat ketidakmampuan pasien Karena pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak.
b. Mengkaji kebutuhan perawatan diri klien
Penulis melakukan tindakan ini dengan tujuan mengetahui apa saja kebutuhan perawatan diri klien yang dibutuhkan saat itu. Kekuatan tindakan pasien ini akan bersifat kooperatif dan mau menceritakan semua kebutuhannya. Kelemahannya pasien merasa malu jika digali lebih dalam tentang personal hygine tetapi setelah dijelaskan pasien lebih terbuka.
c. Memotivasi pasien untuk melakukan perawatan diri
Penulis melakukan tindakan ini karena perawatan diri sangat penting dan sangat dibutuhkan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan perawatan diri. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian
d. Memotivasi keluarga untuk membantu perawatan diri pasien
Penulis melakukan tindakan ini karena bantuan keluarga untuk melakukan perawatan diri klien sangat dibutuhkan. Selanjutnya perawatan diri pasien juga sangat dibutuhkan. Kemudian, kemandirian akan meningkatkan motivasi dan menurunkan perasaan tidak berdaya. Bantuan keluarga dalam melakukan perawatan diri akan meningkatkan rasa percaya dan meningkatkan keakraban (Carpenito, 1999:5369).
Kekuatan dari tindakan ini adalah keluarga pasien sangat bersemangat mau membantu kebutuhan pasien. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien sangat tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada tanggal 24Juni 2008 pukul 13.00 WIB pasien mengatakan mandi masih diseka dan dibantu oleh keluarga, data obyektifnya kuku pendek dan bersih, rambut masih tampak kotor, gigi masih kotor. Masalah deficit perawatan diri: mandi/hygine teratasi sebagian. Rencana selanjutnya dorong dan Bantu klien melakukan perawatan diri dan memotivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri

Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada pasien sesuai dengan konsep dasar adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
Nyeri akut adalah pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan dan muncul dari kerusakan serangan mendadak atau perlahan yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (NANDA, 2006:146).
Dengan batasan karakteristiknya adalah adanya laporan verbal atau nonverbal menunjukan kerusakan, posisi untuk mengurangi nyeri, gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, muka topeng, focus pada diri sendiri, perubahan nafas, nadi, perubahan nafsu makan, tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dan lemah) (NANDA, 2006:146).
Diagnosa ini tidak muncul karena saat dikaji pasien mengatakan sudah tidak nyeri untuk bergerak dan tidak ada tanda yang menunjukan kearah diagnosa nyeri.

Tidak ada komentar: