Senin, 04 Agustus 2008

Askep Gangguan post Operasi Nefrektomi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI NEFREKTOMI DEXTRA HARI KE 3 DIRUANG HANDAYANI A 2
RSU PURBOWANGI


Laporan ini diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Uji Komprehensif
Jenjang Pendidikan Diploma III Ahli Madya Keperawatan



Disusun oleh:
Ayup Jumawan
Nim: 0500869

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
GOMBONG
2008

PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI


Diterima dan disyahkan oleh tim penguji uji komprehensif
Pendidikan Ahli Madya Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong

Bidang : Keperawatan Medikal Badah
Hari :
Tanggal :

1. Ning Iswati, SKep.Ners (………………………….)
NIP/NIK :
2. Isma Yuniar, SKep.Ners (………………………….)
NIP/NIK :

Mengetahui
Ketua Prodi D III Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong


Herniatun,SKp
LAPORAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan hasil ujian komprehensif telah diterima oleh pembimbing ujian akhir Diploma III Keperawatan Muhammadiyah Gombong

Hari :
Tanggal :
Tempat :








Pembimbing


Safrudin Agus Nursalim, Skep,Ners



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdullilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan komprehensif dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN K DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI NEFREKTOMI DEXTRA HARI KE 3 DIRUANG HANDAYANI A 2 RSU PURBOWANGI” Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. H.Basirun Al Ummah, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Muhammadiyah Gombong.
2. Herniyatun, S.Kp selaku Direktur Prodi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.
3. Safrudin Agus Nursalim Skep,Ners selaku pembimbing.
4. Tim Penguji Komprehensif.
5. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di STIKES Muhammadiyah Gombong.
6. dr. H. Fatah Widodo, Sp.M, M.Kes selaku Direktur RS Purbowangi.
7. Kepala Ruang Handayanit beserta staf keperawatan dan karyawan RS Purbowangi.
8. Segenap CI Akademik yang telah banyak membimbing dan memberikan support.
9. Ayah, Ibu dan adik tersayang yang telah memberikan bantuan materi dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
10. Teman-teman seperjuangan dan sahabatku (Ita, Dwi, Erni, Hera, Heru, Kun), terima kasih atas semua motivasi dan bantuannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan saran dan bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan uji komprehensif ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan ujian komprehensif.

Wassalamu’alaikum Wr.wb.


Gombong, Juni 2008


Ayup Jumawan

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .......................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................... vi
BAB I KONSEP DASAR ................................................... 1
Pengertian ...........................................................................1
Penyebab ........................................................................ 1-2
Patofisiologi ........................................................................ 3
Pathway ...............................................................................4
Tanda dan gejala ................................................................ 5
Penatalaksanaan ............................................................ 5-7
Pemeriksaan Penunjang ................................................ 7-8
Fokus Pengkajian ........................................................... 8-9
Diagnosa Keperawatan .................................................... 10
Fokus Intervensi .........................................................10-13
Implementasi .................................................................... 13
Evaluasi .............................................................................. 14
BAB II RESUME KEPERAWATAN ............................... 15
Pengkajian .................................................................... 15-16
Analisa data dan Perumusan Diagnosa keperawatan .. 16-17
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ......................... 17-23
BAB III PEMBAHASAN ....................................................... 24
Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.. 24-29
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
port de entry microorganisme......................................... 29-33
Defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi. ...................................................................... 33-35
Diagnosa yang tidak muncul ................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA

URETEROLITHIASIS

BAB I
KONSEP DASAR


PENGERTIAN
ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (sue hinchliff, 1999 hal 451).
batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (r. sjamsuhidajat, 1998 hal. 1027).
berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi ureterolitektomy adalah post atau waktu sesudah tindakan pembedahan ureter untuk mengangkat batu atau benda asing yang terdapat pada ureter.

PENYEBAB
penyebab pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor. (www.detikhealth.com/konsultasi/ urologi/html, 07 oktober 2003 jam 09.00).
banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.beberapa teori pembentukan batu adalah :
a.teori nukleasi
batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b.teori matriks
matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c.penghambatan kristalisasi
urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. (basuki, 2000 hal. 63).




PATOFISIOLOGI
komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin d. batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. batu urat pada anak terbentuk karena ph urin rendah (r. sjamsuhidajat, 1998 hal. 1027).
pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus.
jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (r. sjamsuhidajat, 1998 hal. 1027).

TANDA DAN GEJALA
gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.
batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. batu yang ukurannya kecil (<5>

PENATALAKSANAAN
a.medikamentosaditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan. terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. b.eswl (extracorporeal shockwave lithotripsi) alat eswl adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh caussy pada tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. c.endourologi 1). pnl (percutaneous nephro litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. 2). litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator ellik. 3). ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini. 4). ekstraksi dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang dormia. d.bedah laparoskopi pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter. e.bedah terbuka : 1). pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal 2). ureterolitotomi : mengambil batu di ureter. 3). vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria 4). ureterolitotomi : mengambil batu di uretra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
tes diagnostik
a.air kemih
1)mikroskopik endapan
2)biakan
3)sensitivitas kuman

b.faal ginjal
1)ureum2)kreatinin3)elektrolit

c.foto polos perut (90% batu kemih radiopak)
d.foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
e.ultrasonografi ginjal (hidronefrosis)

f.foto kontras spesial
1)retrograd
2)perkutan

g.analisis biokimia bat
h.pemeriksaan kelainan metabolik



FOKUS PENGKAJIAN
proses keperawatan adalah suatu sistem perencanaan pelayanan asuhan keperawatan yang terdiri dari 5 (lima) tahap (doenges, 1998 hal. 2), yaitu:

1.pengkajian pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis. pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (doenges, 1999 hal 672).

a.aktivitas / istirahat
gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya.

b. sirkulasi
tanda : peningkatan td / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan kemerahan, pucat.

c. eliminasi
gejala : riwayat adanya isk kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica
urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih

d. makanan / cairan
gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
tanda : distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah

e. nyeri / kenyamanan
gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan lain
tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen

f. keamanan
gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil

g. penyuluhan dan pembelajaran
gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, isk, paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin

h. pemeriksaan diagnostik
urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto rontgen, ivp, sistoureteroskopi, scan ct, usg

DIAGNOSA KEPERAWATAN
dari data-data yang didapatkan pada pengkajian, disusunlah diagnosa keperawatan. adapun diagnosa keperawatan yang umum timbul pada batu saluran kemih adalah (doenges, 1999 hal 672)
a. nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
b. perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
c. resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi
d. kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi

FOKUS INTERVENSI
intervensi dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka langkah selanjutnya adalah menyusun intervensi. (doenges, 1999 hal 672)

a.nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
intervensi :
1). catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran
rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus.
2). jelaskan penyebab nyeri
Rasional : memberi kesempatan untuk pemberian analgetik dan membantu meningkatkan koping klien.
3). lakukan tindakan nyaman
rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping.
4). bantu dengan ambulasi sesuai indikasi
rasional : mencegah stasis urine
5). kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi
rasional : mengurangi keluhan

b.perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
tujuan : mempertahankan fungsi ginjal adekuat
intervensi :
1). awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
2). tetapkan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi
rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas saraf, sehingga menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
3). dorong peningkatan intake cairan
rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat membantu lewatnya batu
4). periksan semua urine, catat adanya batu
rasional : penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan terapi.
5). selidiki keluhan kandung kemih penuh
rasional : retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan
6). kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium
rasional : hal ini mengindikasikan fungsi ginjal

c.resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi
tujuan : mencegah komplikasi
intervensi :
1). awasi pemasukan dan pengeluaran
rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal
2). tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantungrasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar.
3). observasi tanda-tanda vital
rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4). kolaborasi : awasi hb. / ht., elektrolit
rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi

d.kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
tujuan : memberikan informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan pengobatan
intervensi :
1). kaji ulang proses penyakit
rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2). tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan
rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan pembentukan batu
3). kaji ulang program diet
rasional : diet tergantung tipe batu

IMPLEMENTASI
implementasi keperawatan merupakan tahap ke ekmpat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan. pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas – aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.
agar implementasi perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan pasien kemudian bila telah dilaksanakan memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya (doenges, 1998 hal 105)

EVALUASI
evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. dalam tahap ini, akan terlihat apakah tujuan yang telah disusun tercapai atau tidak. pada penderita dengan ureterolithiasis, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi :
a.nyeri hilang / terkontrol
b.keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
c.komplikasi dicegah / minimal
d.proses penyakit / prognosis dan program terapi dipahami

BAB II RESUME KEPERAWATAN

BAB II
RESUME KEPERAWATAN


Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Ayup Jumawan pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB diruang Handayani A 2 RSU Purbowangi
1. Identitas Pasien
Pasien seorang laki- laki bernama Tn K, umur 57 tahun, beragama Islam, sudah menikah, bekerja sebagai seorang pedagang, suku/bangsa,Jawa Indonesia , tinggal di desa Nusawangkal Rt 04 Rw 02 Nusawungu Cilacap.Pasien datang kerumah sakit pada tanggal 14 juni 2008 dengan diagnosa Nefrolitiasis dengan No rekam medis 0415606
2. Riwayat Keperawatan
Pasien masuk ke RSU Purbowangi pada tanggal 14 juni 2008 dengan keluhan utama nyeri pada abdomen sebelah kanan sedah kurang lebih sejak 4 bulan yang lalu. nyeri saat bak, warna urin seperti susu dan keruh, pasien mendapatkan terapi di IGD vicillin 3x 0,75 gram,antalgin 3x 2 mg serta infus Rl 20 tetes per menit.
3. Pengkajian Fokus
Saat dikaji tanggal 22 juni 2008 pukul 16.30 wib pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari, Belum flatus, Perut kembung, Terdapat luka post operasi sepanjang 12 centimeter dan terdapat 12 jahitan tidak terdapat pus, dan tertutup kassa.terpasang infus D5% 20 tetes permenit,pasien tampak tiduran dan lemas, gigi agak kotor, mandi diseka serta belum keramas sejak dirawat dirumah sakit juga dalam berganti pakaian pasien masih dibantu oleh keluarganya.
pada saat dilakukan pemeriksaan fisik diperoleh data pada ekstrimitas kiri terpasang infus d5% 20 tetes per menit.terpasang kateter nomor 18 sejak tanggal 20 juni 2008,diabdomen terdapat luka bekas operasi tertutup kasa sepanjang 12 centi meter dan terdapat 12 jahitan.pasien mendapatkan terapi obat injeksi vicillin 2x 1 gram, ranitidin 2x 2 ml,kalnek 3 x 5 ml tramadol 3x2 ml serta alinamin F 1 ampul per drip.pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 juni 2008 dengan hasil hemoglobin 7,4 gr%,ureum 50,4mgr/dl, kreatinin1,32 mgr/dl dan pada tanggal 22 juni 2008 dengan hasil 7,2 gr%.

Analisa data dan Perumusan diagnosa keperawatan
berdasarkan data yang diperoleh selam satu hari berdasarkan prioritas masalah menurut Maslow serta kebutuhan pasien ditentukan tiga diagnosa keperawatan sebagai berikut: Satu,kurang pengetahuan tentang aktifitas setelah oerasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang informasiditandai dengan klien mengatakan belum bisa bab selama 3 hari,belum flatus,perut kembung, pasien terlihat tiduran dan lemasaktifitas dibantu leh keluarganya. Dua, potensial infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme ditandai dengan adanya luka post operasi sepanjang 12 centimeter dan 12 jahitan, terpasang kateter sejak tangga 20 juni 2008 dan juga infus. Tiga.sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mandi diseka,ganti pakaian dibantu oleh keluarganya, gigi agak kotor, beum keramas sejak dirawat dirumah sakit,pesien terlihat lemas dan tiduran

Prioritas Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien, penulis membuat prioritas diagnosa menurut maslow adalah sebagai berikut: satu, kurang pengetahuan tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi. Dua, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme. Tiga, defisit perawatan diri mandi.hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi

Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1. Kurang pengetahuan tentang aktifitas setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman tentang informasi
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mengerti aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi dengan kriteria hasil pasien mampu alih baring secara mandiri dan klien tidak takut melakukan aktivitas setelah operasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat serta pasien mengerti tentang aktivitas yang dilakukan untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat pengetahuan pasien, identifikasi kemungkinan penyebab dan jelaskan kondisi tentang klien, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah kekambuhan/komplikasi, latih mobilisasi setelah operasi, motivasi pasien untuk melakukan instruksi dari tim medis,
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB adalah mengkaji keadaan umum pasien dengan hasil keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Memonitor TTV dengan hasil tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi rate 22x/menit, suhu 370C. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dengan hasil pasien mengatakan masih takut bergerak, mengidentifikasi penyebab dan menjelaskan kondisi pasien dengan hasil pasien mengatakan sebelumnya pernah menderita batu ginjal sudah 4 kali serta kondisi pasien saat dikaji cukup baik. mengkaji kemampuan mobilisasi pasien dengan hasil pasien mengatakan sudah tidak sakit, pasien baru mampu miring kanan dan miring kiri.
Pada hari senin tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 22x/menit, suhu 370C. Pada pukul 10.45 mengajarkan pasien alih baring dan rentang gerak aktif dan pasif dengan hasil pasien mampu miring kanan dan kiri dengan mandiri.
Pada hari Selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 360C. mengajarkan pasien alih baring dan rentang gerak aktif dan pasif dengan hasil pasien mampu duduk dengan bantuan keluarga.
Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 22/06/2008pada pukul 19.00 wib pasien mengatakan masih belum bisa bab, belum flatus, perut masih kembung, pasien masih terlihat lemas aktifitas masih dibantu oleh keluarganya, hanya terlihat tiduran. hal ini berarti masalah pesien belum teratasi .rencana tindak lanjut yaitu mangkaji aktifitas pasien ,melatih pasien bergerak sesuai dengan kemampuan pasien.
Tanggal 23 / 06/2008 pada pukul 13.00 wib pasien mengatakan masih belum bisa bab, belum flatus,perut masih kembung pasien juga masih kelihatan lemas, mulai belajar duduk, aktifitas masih dibantu oleh keluarganya. hal ini berarti masalah belum teratasi rencana tindak lanjut mangkaji aktifitas pasien ,melatih pasien bergerak sesuai dengan kemampuan pasien.
Tanggal 24 / 06/2008 pada pukul 13.00 wib pasien mengatakan masih belum bisa bab, belum flatus,perut masih kembung pasien juga masih kelihatan lemas, mulai belajar duduk, aktifitas masih dibantu oleh keluarganya. hal ini berarti masalah belum teratasi rencana tindak lanjut mangkaji aktifitas pasien ,melatih pasien bergerak sesuai dengan kemampuan pasien.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan keluarnya purulen) serta luka jahitan bersih dan kering. Rencana tindakan keperawatan monitor tanda-tanda vital, amati luka dari tanda2 infeksi, lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kolaborasi pemberian antibiotik.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB adalah mengkaji keadaan umum pasien dengan hasil keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis. Memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi rate 22x/menit, suhu 370C. mengkaji tanda-tanda infeksi dengan hasil luka bersih, tidak ada pus, dan kemerahan, terpasang infus ekstremitas atas kiri dengan tidak terjadi tromboflebitis,terpasang DC sejak tanggal 20 uni 2008.
Pada hari senin tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84x/menit, respirasi rate 22x/menit, suhu 370C. mengobservasi tanda-tanda infeksi dengan hasil luka bersih dan kering, tidak kemerahan dan tidak terdapat pus. mengganti balutan dengan hasil luka bersih dan kering, balutan kering, tidak terdapa pus dan kemerahan, jahitan rapat dan berjumlah 12 jahitan drain masih produktif.
Pada hari selasa tanggal 24 Juni 2008 pukul 08.00 WIB dilakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi rate 20 x/menit, suhu 36,8 0C. mengganti balutan luka luka bersih dan kering tidak ada pus dan kemerahan.
evaluasi 22/06/2008 pada pukul 19.00 wib terdapat luka operasi sepanjang 12 centimter dengan 12 jahitan ,luka bersih,terpasang infus, terpasang kateter.hal ini berarti masalah teratasi .rencana tindak lanjut lakukan perawatan luka dan pertahankan teknik steril serta cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan.
evaluasi 23/06/2008 pada pukul 13.00 wib terdapat luka operasi sepanjang 12 centimeter dengan 12 jahitan ,luka bersih,terpasang infus, terpasang kateter.hal ini berarti masalah teratasi .rencana tindak lanjut lakukan perawatan luka dan pertahankan teknik steril serta cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan.
evaluasi 24/06/2008 pada pukul 13.00 wib terdapat luka operasi sepanjang 12 centimeter dengan 12 jahitan ,luka bersih,terpasang infus, terpasang kateter.hal ini berarti masalah teratasi .rencana tindak lanjut. pantau tanda-tanda infreksi, pertahankan tehnik aseptik setiap mengganti balutan, cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dan kolaborasi pemberian antibiotik.

3.Defisit perawatan diri mandi/hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu memenuhi kebutuhan hygine secara manrdiri dengan kriteria hasil pasien tampak segar dan bersih, rambut bersih, serta gigi bersih. Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri, kaji kebutuhan perawatan diri pasien, bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB adalah mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan selama dirumah sakit mandi diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi. Bantu pasien dalam memenuhi hygine mandi dan gigi dengan hasil pasien belum mampu mandi secara mandiri. Memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat.
Pada hari senin tanggal 23 Juni 2008 pukul 08.00 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas dan gosok gigi. memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat dan akan melakukan.

Pada hari selasa tanggal 24Juni 2008 pukul 08.30 WIB dilakukan tindakan 08.00 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam memenuhi personal hygine dengan hasil pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas dan gosok gigi, memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan persorangan dengan hasil pasien mengerti apa yang dijelaskan oleh perawat dan akan melakukan.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 22Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan selama dirumah sakit mandi hanya diseka 2x sehari, belum keramas dan gosok gigi.Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan
Evaluasi pada hari selasa tanggal 23 Juni 2008 pukul 13.00 WIB data subyektif data subyektif klien mengatakan mandi masih diseka 2x sehari, belum keramas .Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri
Evaluasi pada hari rabu tanggal 24 Juni 2008 pukul 13.00 WIB dengan data subyektif klien mengatakan akan melatih mandi secara mandiri Hal ini masalah belum teratasi ntervensi selanjutnya motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.

BAB III PEMBAHASAN KASUS

BAB III
PEMBAHASAN


Pada bab ini penulis membahas tentang “”Asuhan keperawatan pada Tn. K dengan gangguan sistem perkemihan : post operasi nefrektomi dextra hari ke 3 diruang Handayani A 2 RSU Purbowangi yang telah penulis laksanakan dengan metode pemecahan masalah secara alamiah dan pendekatan proses keperawatan. Hal-hal yang dibahas meliputi pengertian dari diagnosa, mengapa diagnosa ditegakkan, bagaimana memprioritaskan masalah, rasionalisasi, kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan rencana tindakan serta bagaimana hasil evaluasi dari masalah keperawatan.

1. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi. Kurang pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi.
Defisit pengetahuan adalah tidak ada/kurangnya informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berhubungan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000:223)
Masalah kurang pengetahuan didukung oleh adanya laporan secara verbal/nonverbal, menunjukan dan mengungkapkan masalahnya secara verbal, tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat, serta tidak mengerjakan instruksi (Wilkinson, J.M, 2007:270)
Masalah kurang pengetahuan didukung juga dengan adanya batasan karakteristik yaitu menyatakan kurang pengetahuan atau meminta informasi, menyampaikan secara tidak tepat perilaku sehat yamg diinginkan dan kurang integrasi rencana tindakan kedalam kegiatan sehari-hari (Carpenito, 2000:223).
Diagnosa ini muncul dengan melihat data pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 17.15 WIB. Data subyektif pasien mengatakan perut kembung, belum BAB selama 3 hari. Data obyektif pasien hanya tiduran, terdapat luka post operasi hari ke-3, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberikan perawat untuk ambulasi dini, pasien baru bisa miring kanan dan kiri dengan bantuan.
Penulis mengangkat diagnosa kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap informasi sebagai prioritas pertama karena yang dirasakan oleh pasien jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktivitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan kurang pengetahuan tantang aktivitas yang dilakukan setelah operasi apabila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien karena seharusnya pasien post operasi hari ke-3 sudah dapat berdiri disamping tempat tidur sedangkan pasien masih miring kana danmiring kiri dengan bantunaedari anggota keluarga. Aktivitas yang dilakukan setelah operasi yaitu pada hari ke-1 pasien latihan nafas dalam, hari ke-2 pasien latihan ambulasi dini bisa dengan miring kanan dan miring kiri, untuk hari selanjutnya pasien belajar duduk ditempat tidur, kemudian latihan berdiri disekitar tempat tidur dan hari selanjutnya latihan berjalan. Selain itu yang harus diperhatikan setelah operasi yaitu nutrisi yang dikonsumsi untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Dari hasil data tersebut penulis merencanakan intervensi sebagai berikut: kaji tingkat pengetahuan pasien, identifikasi kemungkinan penyebab dan jelaskan kondisi tentang klien, diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi, diskusikan tentang terapi dan pilihannya, latih rentang mobilisasi, motivasi pasien untuk melakukan instruksi dari tim medis, tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang pengetahuan meliputi:
a. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dilakukan untuk mengetahui pembuatan rencana individu mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan penjelasan serta untuk mempermudah dalam memberikan penjelasan (Doenges, 2000:95)
Kekuatan tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien yang kurang terbuka dalam mengungkapkan pemahaman tentang aktivitas yang harus dilakukan setelah operasi.

b. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi tentang klien
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan menjelaskan kondisi pasien dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien terhadap kondisinya.
Kekuatan tindakan ini adalah pasien menjadi tahu tentang penyebab dan kondisinya saat ini sehingga pasien dapat lebih tenang dan tidak cemas dalam menghadapi penyakitnya serta dapat mempercepat proses penyembuhan pasien. Kelemahan tindakan ini adalah sulit diilakukan pada pasien yang mengalami cemas yang berlebihan.
c. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dilakukan untuk mencegah komplikasi/ kekambuhan dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada pasien untuk menghindari pekerjaan atau aktivitas yang dapat meningkatkan resiko terjadi kekambuahn dan komplikasi (Doenges, 2000: 95)
Keuntungan dari tindakan ini adalah meningkatkan tingkat pengetahuan pasien tentang aktivitas atau pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan atau komplikasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien kurang terbuka dan pasif ketika diberi penjelasan.


d. Melatih mobilisasi pasien
Melatih mobilisasi dilakukan untuk mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot serta meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. (Doenges, 2000:965)
Keuntungan dari tindakan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas setelah operasi. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien masih takut jahitannnya akan lepas apabila untuk melakukan latihan aktivitas sehingga dapat menghambat dalam latihan gerak.
e. Motivasi pasien untuk melakukan latihan gerak setelah operasi.
Memotivasi pasien untukm melakukan latihan gerak setelah operasi dilakukan karena mobilisasi setelah operasi sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk mempercepat prosese penyembuhan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan latihan mobilisasi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi tanggal 22 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-3 alih baring masih dibantu karena, pasien tidak melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, pasien mampu menyebutkan penyebab dan pekerjaan yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan/komplikasi. Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring pasien, latihan mobilisasi, anjurkan untuk minum secara adekuat.
Hasil evaluasi tanggal 23 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-4 alih baring masih dibantu karena, pasien mulai melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, minum belum adekuat 1-2 gelas sehari, Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring
Hasil evaluasi tanggal 23 Juni 2008 pukul 19.00WIB data subyektif klien mengatakan perut masih kembung, dan belum bisa BAB. Data obyektifnya pasien post operasi hari ke-5 alih belajar duduk dan masih dibantu oleh keluarganya, pasien melaksanakan melaksanakan instruksi yang diberika perawat untuk ambulasi dini, Hal ini berarti masalah belum teratasi. Intervensi selanjutnya yaitu kaji kemampuan alih baring.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry microorganisme
Resiko tinggi infeksi yaitu peningkatan resiko untuk terinfeksi oleh organisme patogen (NANDA, 2006:121).
Faktor resiko meliputi prosedur invansif, tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan patogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, rupture membrane amnioptik, agen parmasetikal (misal imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, pertahanan sekunder tidak adekuat, pertahanan primer tidak adekuat misal trauma jaringan, penurunan gerak sillia, cairan tubuh statis, dan penyakit kronis (NANDA, 2006:121).
Diagnosa ini dirumuskan karena pada pasien terdapat luka operasi nefrektoni hari ke-3, dijahit sebanyak 12 jahitan sepanjang 12 centimeter,terdapat drain di abdomen kanan bawah masih produktif cairan ± 30 cc warna merah kecokelatan, luka kering dan tidak terdapat pus. Data yang berdokumentasikan tetapi tidak mendukung diagnosa resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer: prosedur invasif adalah warna cairan drain merah kecokelatan. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price, 1995:1193) sehingga merupakan adanya jalan masuk untuk kuman atau bakteri.
Pada bab pembahasan ini, penulis mengangkat diagnosa resiko tinggi infeksi menjadi prioritas ke-2 karena jika dibandingkan dengan defisit perawatan diri, resiko tinggi infeksi lebih mempengaruhi perubahan status kesehatan pasien. Meskipun pada resiko tinggi infeksi hanya tanda dan gejala yang muncul sebagai faktor resiko tetapi jika intervensi keperawatan tidak diberikan maka resiko terseburt bisa menjadi aktual (Priharjo R, 1996:172).
Rencana keperawatan yang dibuat antara lain monitor tanda-tanda vital, Amati luka dari tanda2 infeksi, lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan menutup luka, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kolaborasi pemberian antibiotik.
Implementasi yang dilakukan penulis yaitu:
a. Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Pada diagnosa resiko tinggi infeksi difokuskan pada monitor suhu pasien. Didapatkan suhu pasien 37 0C berarti tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh dapat menandakan adanya proses infeksi yaitu demam lebih dari 38 0C segera setelah pembedahan dapat menandakan infeksi luka atau pembentukan tromboflebitis. Demam 38,3 0C disertai menggigil, kelelahan, takipnea, takhikardia dan hipotensi menandakan syok septik. Peningkatan 4 sampai 7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses (Doenges, 1999:502).
Kekuatan tindakan ini adalah pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan tiga kali perhari dapat memantau keadaan pasien secara terus menerus. Jika terjadi perbaikan atau keadaan pasien memburuk dapat diketahui dengan cepat dan segera dilakukan tindakan yang tepat. Kelemahan tindakan ini adalah dapat mengganggu istirahat pasien.
b. Mengobseervasi tanda-tanda infeksi
Memonitor tanda-tanda infeksi dengan memonitor adanya kemerahan, edema, dan panas serta bau tidak enak dari luka. Jika diketahuai adanya tanda-tanda infeksi dapat dilakukan pengobatan lebih dini sehingga dapat mencegah infeksi lebih lanjut. Adanya edema, eritema dan bau tidak enak dapat menandakan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis lokal atau nekrosis jaringan yang dapat mempersulit penyembuhan (Doenges, 1999:774).
Kekuatan dari tindakan ini adalah dapat mendeteksi terjadinya gangguan penyembuhan luka. Kelemahan dari tindakan ini adalah hal ini tidak dapat dilakukan setiap saat karena seringnya membuka balutan dapat meningkatkan frekuensi sering terpapar dengan lingkungan.
c. Mengganti balutan luka dengan teknik steril
Mengganti balutan luka dengan teknik steril dilakukan karena dengan teknik steril dapat meminimalkan kesempatan introduksi bakteri sehingga dapat menurunkan resiko tinggi infeksi (Doenges, 1999:79)
Kekuatan tindakan ini adalah dapat memberikan rasa nyaman pada pasien dan meminimalkan infeksi. Kelemahan tindakan ini adalah pasien terasa nyeri saat ilakukan perawatan luka.
d. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dapat menurunkan kontaminasi selang sehingga bakteri tidak menyebar terutama ke daerah luka pada akhirnya dapat menurunkan resiko infeksi (Doenges, 1999:874).
Kekuatan tindakan ini adalah mudah dilakukan tetapi manfaatnya besar salah satunya untuk mencegah kontaminasi silang. Kelemahan tindakan ini adalah cuci tangan yang hanya dilakukan oleh perawat tidak menjamin berkurangnya penyebaran kuman. Cuci tangan harus dilakukan oleh semua pihak yang berhubungan langsung dengan pasien.
Hasil evaluasi pada tanggal 24 Juni 2008 pukulk 13.00 WIB yaitu resiko tinggi infeksi teratasi. Masalah resiko tinggi infeksi tetap ada karena masih adanya luka bekas operasi, sebagai tempat masuknya kuman. Rencana selanjutnya yaitu mengoptimalkan intervensi antara lain monitor tanda-tanda vital, monitor tanda-tanda infeksi, ganti balutan dengan teknik steril, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3. Defisit perawatan diri mandi/ hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Defisit Perawatan Diri: mandi/hygine adalah kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi/kebersihan diri secara mandiri (NANDA, 2006:180)
Masalah defisit perawatan diri: mandi/hygine didukung dengan tidak mampu dalam membasuh bagian atau seluruh tubuh, menyediakan sumber ai mandi, mengambil perlengkapan mandi, masuk dan keluar kamar mandi, mengatur suhu dan aliran air mandi (NANDA, 2006:180)
Defisit perawatan diri pada post operasi nefrektomi terjadi karena adanya luka yang menyebabkan pasien takut untuk bergerak, sehingga pasien hanya tiduran dan ADL dibantu oleh keluarga. Hal ini mengakibatkan penurunan dalam aktifitas perawatan diri (boswick, 1997:123).
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22 Juni 2008 pukul 16.30 WIB, pasien mengatakan mandi diseka, belum keramas. Data obyektif rambut pasien tampak kotor dan berminyak, gigi kotor berpakaian dibantu oleh keluarga pasien,. Melihat hal itu penulis mengangkat diagnosa deficit perawatan diri: mandi/hygine berhubungan dengan kurang atau penurunan motivasi.
Masalah ini diprioritaskan ketiga karena pasien mengatakan lemes,sehingga masalah ini tidak harus segera ditangani, karena masalah ini hanya akan mempengaruhi kenyamanan pasien.
Rencana keperawatan yang dibuat penulis yaitu kaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri, kaji kebutuhan perawatan diri pasien, bantu perawatan diri pasien, motivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri.
Tindakan yang dilakukan yaitu:
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam perawatan diri
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam melakukan perawatan diri (Doenges, 1999:536)
Kekuatan tindakan ini adalah penulis lebih focus dalam memberikan tindakan keperawatan yaitu tindakan yang tidak bisa dilakukan mandiri supaya pasien tidak mempunyai ketergantungan pada orang lain. Kelemahan dari tindakan ini adalah belum bisa mengetahui secara tepat ketidakmampuan pasien Karena pasien mengatakan sudah tidak nyeri tetapi takut jahitannya lepas apabila untuk bergerak.
b. Mengkaji kebutuhan perawatan diri klien
Penulis melakukan tindakan ini dengan tujuan mengetahui apa saja kebutuhan perawatan diri klien yang dibutuhkan saat itu. Kekuatan tindakan pasien ini akan bersifat kooperatif dan mau menceritakan semua kebutuhannya. Kelemahannya pasien merasa malu jika digali lebih dalam tentang personal hygine tetapi setelah dijelaskan pasien lebih terbuka.
c. Memotivasi pasien untuk melakukan perawatan diri
Penulis melakukan tindakan ini karena perawatan diri sangat penting dan sangat dibutuhkan. Kemandirian akan meningkatkan motivasi dan penurunan perasaan pasien tidak berdaya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah pasien mau melakukan perawatan diri. Kelemahan tindakan ini adalah pasien masih tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian
d. Memotivasi keluarga untuk membantu perawatan diri pasien
Penulis melakukan tindakan ini karena bantuan keluarga untuk melakukan perawatan diri klien sangat dibutuhkan. Selanjutnya perawatan diri pasien juga sangat dibutuhkan. Kemudian, kemandirian akan meningkatkan motivasi dan menurunkan perasaan tidak berdaya. Bantuan keluarga dalam melakukan perawatan diri akan meningkatkan rasa percaya dan meningkatkan keakraban (Carpenito, 1999:5369).
Kekuatan dari tindakan ini adalah keluarga pasien sangat bersemangat mau membantu kebutuhan pasien. Kelemahan dari tindakan ini adalah pasien sangat tergantung pada keluarga sehingga terjadi penurunan kemandirian.
Hasil evaluasi selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada tanggal 24Juni 2008 pukul 13.00 WIB pasien mengatakan mandi masih diseka dan dibantu oleh keluarga, data obyektifnya kuku pendek dan bersih, rambut masih tampak kotor, gigi masih kotor. Masalah deficit perawatan diri: mandi/hygine teratasi sebagian. Rencana selanjutnya dorong dan Bantu klien melakukan perawatan diri dan memotivasi pasien pentingnya melakukan perawatan diri

Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada pasien sesuai dengan konsep dasar adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
Nyeri akut adalah pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan dan muncul dari kerusakan serangan mendadak atau perlahan yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (NANDA, 2006:146).
Dengan batasan karakteristiknya adalah adanya laporan verbal atau nonverbal menunjukan kerusakan, posisi untuk mengurangi nyeri, gerakan untuk melindungi, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, muka topeng, focus pada diri sendiri, perubahan nafas, nadi, perubahan nafsu makan, tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dan lemah) (NANDA, 2006:146).
Diagnosa ini tidak muncul karena saat dikaji pasien mengatakan sudah tidak nyeri untuk bergerak dan tidak ada tanda yang menunjukan kearah diagnosa nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

C. Long Barbara, Perawatan Medikal Bedah , jilid 3, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, 1996
Doenges ME, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC, Jakarta , 1999
Marry Ann Matteson, Introductory Nursing Care of Adults, Sounder Company, Philadelpia Penn Sylvani, 1995
Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urolog , cetakan I, CV. Infomedika, Jakarta, 2000
Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, cetakan II, EGC, Jakarta, 1996
Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998
Boswick, J.A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Alih bahasa Sukman Handali. EGC: Jakarta
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentas iKeperawatan. Edisi 2. Alih bahasa Monica Ester. EGC: Jakarta
______, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa. EGC: Jakarta
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga Jilid 2. Media Aesculapius: Jakarta
NANDA, 2006. Diagnosa Keperawatan. PSIK-FK UGM: Yogyakarta
Syamsuhidajat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Theodorus, 1996. Penuntun Praktisi Peresepaan Obat. EGC: Jakarta
Wilkinson, J.M, 2007:270.............................
http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel-kesehatan2. hlm. Diakses tanggal 7 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.
http://www.kompas.com/kesehatan/news. Diakses tanggal 17 Juli 2008 pukul 10.00 WIB.